Bertaruh Dengan Waktu
Saya masih belum paham apakah saya termasuk kategori orang yang mempersiapkan segala sesuatunya dulu sebelum melakukan apa-apa. Sepertinya iya. Tapi kadang, muncul juga pikiran untuk memikirkannya nanti saja, kalau sedang dijalankan. Spontanitas, saya pikir, mungkin akan meningkatkan kreativitas. Kelihatannya akan lebih seru begitu, dan setiap rencana juga pasti toh akan berubah menyesuaikan kondisi.
Sebagai orang yang, seharusnya, sudah bisa bersikap dewasa pasti saya juga melakukan apapun dengan pertimbangan kalau memang perlu, sesuai porsi. Jadi saya memang akan merencanakan segala skenarionya di awal. Seringkali berubah hampir total ketika saya ingin menjalankan rencana saya. Jadinya tetap spontan. Setidaknya dengan begitu saya tidak akan dipandang gegabah.
Entah kenapa saya jadi kurang suka dengan tulisan ini. Sangat tidak mengalir. Saya sebetulnya ingin cerita tentang studi saya yang banyak kejutan. Sebetulnya tidak terlalu. Maksudnya, semua berjalan seperti yang saya bayangkan, hanya timing-nya selalu mengacaukan semua hal. Saya selalu seperti tidak siap untuk berhadapan dengan apapun yang berhubungan dengan studi saya.
Kata orang, waktu itu seperti mata pisau. Eh, orang mana yang bilang begitu? Mungkin saya mengarang. Tapi memang bisa, kalau kita tidak pandai menggunakan pisau, jangan bermain-main dengannya. Saya mungkin sudah gegabah bermain-main dengan waktu. Entahlah. Saya tidak punya kemampuan untuk memutuskan sendiri apa tindakan yang harus saya lakukan. Saya seperti tidak pernah punya pilihan untuk studi saya.
Mungkin mulai hari ini saya akan memutuskan untuk tidak akan pernah malu untuk mengakui bahwa saya termasuk mahasiswa yang bermasalah. Bahkan pada orang-orang terdekat. Sebaiknya memang begitu. Bersikap apa adanya. Tidak perlu menutup-nutupi celah yang bisa terlihat kalau disorot cahaya hanya karena ingin terlihat rapat dan mulus.
Saya jadi emosi menulis ini.
Tapi akhirnya pada titik ini saya menyadari satu hal, bahwa memang cara saya menghadapi masalah adalah dengan fit-in solusi yang mungkin diterapkan dan harus selalu ada alternatif, lalu saya pilih solusi yang saya sukai. Saya sepertinya tidak menemukan itu untuk kasus kuliah saya kali ini.
Selama ini saya berpikir tentang diri saya yang selalu mengikuti arus. Why? Kenapa saya harus jadi orang seperti itu? Tapi pada praktiknya saya selalu merasa menjumpai rintangan-rintangan yang pada akhirnya membuat saya harus memegang kendali secara penuh untuk bisa tetap menjalani hidup dan tidak stuck dalam satu keadaan. Saya menyukai petualangan dan kapal tidak akan berlayar ke tempat tujuan kalau hanya ikut arus. Tapi kalian pasti akan kesusahan dan butuh tenaga lebih kalau tidak ikut arus.
Jadi, ikutilah arus agar hidup kita lebih santuy. Kita bisa mengubah destinasi hidup kita nanti di tengah perjalanan. Kalau punya pilihan. Saya sedang tidak punya pilihan, dan kondisinya saya dipaksa harus lawan arus sedangkan keinginan saya sudah berubah dan saya kesulitan mencari alternatif solusi. Inikah yang dilakukan negosiator? Kata tes-tes tetekbengek itu saya pantas menjadi seorang diplomat. Tapi kali ini saya gagal. Saya seperti tidak punya kesempatan dan kondisi yang menguntungkan untuk tawar-menawar.
Don’t bargaining with time if you have no choice.