Habit Tracking
Membuat habit tracking ternyata melelahkan dan tidak efisien. Tetap tidak dikerjakan. Atau mungkin itu hanya untuk saya saja. Lebih baik pakai alarm rutin berulang saja sebagai pengingat. Lebih mudah juga. Lalu buat mindset HARUS mengerjakan apa yang sudah dijadikan jadwal.
Kuncinya ada di niat, komitmen, dan konsistensi. Ya, sama siih… habit tracking juga. Tapi saya tidak suka itu. Gak suka aja. Pakai saja alarm pengingat.
Saya membuat alarm pengingat untuk makan pagi, makan siang, makan malam, sholat dhuha, kadang untuk jam tidur. Untuk pengingat di ponsel, saya gunakan fitur layar ponsel berubah warna hitam-putih pada tengah malam.
Saya pernah mentranformasikan pengingat-pengingat itu menjadi checklist ciri khas habit tracking (ini lagi, nampaknya saya memang punya hubungan kurang baik dengan checklist). Saya juga pernah membuat checklist untuk olahraga dan mengisi ulang air putih supaya tetap teratur minum.
Namun dengan cara itu, ketika sudah tidak mencatat dan merasa percaya diri sudah melakukan dengan rutin, pede sudah menjadi kebiasaan baru, tanpa disadari lama-lama saya kembali tidak rajin olahraga, kadang saya tetap melewatkan makan. Jadi apanya yang habit? Atau cara saya yang salah? Atau mungkin juga kurang lama melakukannya? Tapi tetap, saya tidak suka habit tracking.
Mungkin saya termasuk generasi yang sudah dimanjakan oleh teknologi. Diingatkan oleh alarm salah satunya. Tapi itulah gunanya teknologi, mempermudah kita melakukan sesuatu. Mungkin saya baru akan berpikir bahwa mencatat kebiasaan kita itu bagus kalau dikerjakan secara otomatis. Bukan kita manusianya yang pusing-pusing aktif berinteraksi dengan alat rekamnya (baca: catatan).
Kalau kita memang niat punya kebiasaan baru yang baik, pasti akan dilakukan. Walaupun masih perlu tetap diingatkan. Namanya juga baru.
Terima kasih sudah membaca.